Langsung ke konten utama

Abangku Ganteng

Ia pergi meninggalkanku. Bukan kemana-mana. Ia pergi ke toilet, mules katanya. Sahabatku yang satu ini memang konyol, ditengah-tengah sesi curhatanku yang sedang genting begini bisa-bisanya dia meninggalkanku ke toilet. Dasar kebiasaan, umpatku dalam hati. 

Aku lihat sekali lagi handphone butut kesayanganku. Nothing. Kuletakkan kembali di tas dengan tarikan nafas panjang. Tak lama kemudian aku mendengar dering nada handphone berbunyi. Aku buru-buru mengambilnya dan tertulis nama “Si Payah”. Dengan malas aku pencet tombol hijau di handphone-ku.

“Hallo, ada apa bang?” 

“Hallo. Kamu dimana. Kamu dicariin Ibu suruh nganterin ke kondangan. Cepat pulang!”

“Aku lagi di..” Tut..tut..tut. Bunyi telephone terputus. 

Sial. Abangku yang satu itu bener-bener bikin aku jengkel. Bisa-bisa aku sedang main di tengah kota tiba-tiba disuruh pulang cuma untuk mengantar Ibuku kondangan. Jelas-jelas dia ada di rumah. Kenapa tidak dia saja yang mengantar. 

“Aku lagi main sama teman bang. Kamu sajalah yang antar. Cepetan antar sebelum Ibu marah-marah. Ibu marah, habislah kita.” 

Kukirim pesan singkat untuk abangku. Berharap dia akan segera meng-iya-kan dan aku terbebas dari tugas antar-mengantar ke kondangan yang amat sangat membosankan itu.
Nada sms masuk terdengar. Cepat-cepat kubuka pesan keramat itu.

“Males ah. Ketemu ibu-ibu rempong. No way.” 
Jleeeb. Aku bergegas pulang. Kutinggalkan begitu saja Nada, sahabatku yang pergi ke toilet. Entah apa yang ia lakukan di sana. Terhitung sudah hampir setengah jam dia bertapa di sana. Mungkin toiletnya lebih nyaman dari kamar rumahnya dan ia ketiduran. Ah lupakan.

Kupacu motor matic-ku dengan kencang. Berharap lekas sampai di rumah dan tidak kena marah sang ratu rumah, Ibu. Jangan tanya bagaimana jika Ibuku marah. Seisi rumah bisa berubah menjadi patung, diam semua, tidak ada yang berani bergerak, apalagi bicara. No one can’t do that when my mom get angry. 

Dengan pakaian kusut terkena angin dijalan dan muka yang menghitam terkena asap kendaraan, akhirnya aku sampai di rumah. Setelah memarkirkan motor di garasi, aku bergegas ke dalam rumah mencari Ibuku. 

“Ibu. Bu.. Ibu…” kucari di segala sudut ruangan. Tapi nihil. Tidak kutemukan tanda-tanda kehidupan di rumah. Rumah kosong tak berpenghuni.

“Bang.. Abang?” aku panggil si rese itu dikamarnya. Owmaigat. Aku hanya menemukan secarik kertas yang membuatku jengkel setengah mati.

“Ibu aku yang antar. Habis kamu lama. Ttd : Abang ganteng.” Ah sial. Bisa-bisanya dia mengerjaiku seperti ini. Pikirku.

Dasar Abang sialan. Selalu saja dia begitu. Kapan dia akan membuat adiknya yang cantik ini senang. Ajakin nonton kek, piknik kek, atau ngasih hadiah gitu. Abang macam apa kau bang. Tega-teganya memperlakukanku seperti ini. Ah.. tambah dramatis saja hidupku karenamu bang.

 Aku bergegas mandi dan membersihkan diri. Kuambil laptop kesayanganku dan menonton film yang sengaja aku sediakan untuk bekal selama liburan. Aku terlalu asik menonton film sehingga aku lupa mengabari Nada bahwa aku pulang duluan. Segera kucari handphoneku. Dan yaps. Puluhan panggilan tak terjawab dan 12 pesan dari Nada.

“Kamu dimana?”
“Ping. Dimana?”
“Fa..?”
“Nafaaaaaaaaa?”
“Masih hidupkan?”
“Woy..”
“Oy..”
“Angkat dong!!!!!!!!!!”
“Ini bocah. Aku pulang nih?”
“Fine. Bye!”
“Fa.. Jangan bunuh diri dong?”
“Tes. Tes. Masih hidupkan?”

Nada mengirim pesan sms seakan-akan aku hilang tertelan bumi. Apakah dia mengira aku bunuh diri gara-gara curhatanku ke dia. Atau malah dia mengira aku bunuh diri gara-gara ditinggal pergi ke toilet. Ah dasar. Mengapa lucu sekali orang-orang ini. I mean sahabat dan Abangku.

“Tenang. Aku masih hidup. Jangan mikir aku bunuh diri gara-gara kamu tinggal ke toilet. Plis deh. Sekarang aku dirumah. Tadi harus buru-buru pulang. Maafin ya Nad.” Pesan singkat telah berhasil terkirim ke kontak bertuliskan “Mabest” itu.

Sedikit kesal tetapi juga menyesal karena aku meninggalkan Nada di sana seorang diri. Entah bagaimana cara dia pulang. Tadi aku yang menjemputnya dirumah. Mungkin dia naik angkot atau malah menyuruh pacarnya jemput. Ah bodo amat.

Suara motor terdengar semakin dekat. Tidak salah lagi itu pasti motor butut si tengil alias Abangku. Amarahku mulai tumbuh kembali. Rasanya ingin kutonjok mukanya yang suka cengengesan itu. Kuhadang ia di depan pintu rumah.

“Bang. Kenapa sih kamu tuh nyebelin banget. Sudah jelas-jelas kamu dirumah. Kenapa tidak bilang dari tadi kalau kamu yang antar. Tidak suka ya lihat aku senang sebentar. Dasar Abang jelek. Kurang kerjaan. Pantes jomblo. Weeeeeek.” Aku mengomel sekenanya.

“Aduh duh adik Abang yang satu ini. kayak gak jomblo aja. Mau dipinjemin kaca?” Abangku terlihat puas tertawa meledekku. Ah ya.. Aku lupa kitakan sama-sama jomblo.

“Sudah sudah. Kalian itu lo, akur sedikit kenapa sih. Ibu pusing dengerinnya. Kamu jadi abang yang sayang dong sama adikmu. Jangan dikerjain mulu. Kamu juga sebagai adik, yang sayang sama abangmu. Mau ditambahin adik lagi biar tambah rame?” Ancam Ibu dengan menyeringai. 

Itulah ancaman terdahsyat yang aku dan Abangku sangat takuti. Karena kami benar-benar tidak ingin lagi memiliki adik. Apa jadinya rumah ini ada makhluk kecil yang kami pikir akan sangat menjengkelkan.

“Ampuuuuun bu. Aku tidak mau. No way.” Kataku memelas.

“Adik satu saja sudah pusing bu, mau ditambah lagi? Aku pensiun sajalah jadi abang.” Ucapnya sambil berlalu.

Ibuku tertawa puas melihat kami ketakutan dengan ancamannya yang sangat dahsyat itu. 

“Anak dua saja berantem terus, bagaimana nanti tiga. Aku juga tidak mau.” Bisik ibu pelan.
**
Malam ini kebetulan malam minggu. Aku benar-benar bosan di rumah. Ayah dan Ibuku pergi ke rumah eyang. Di sana sedang ada acara tetapi aku malas ikut karena hanya akan ada orang-orang tua. Tidak ada yang bisa aku kerjakan di rumah. Mau menonton film stock-nya sudah habis. Iseng-iseng aku pergi ke kamar Abangku.

Aku ketuk pintu tiga kali dan kuucapkan mantra ajaib. 

“Bang..”
“Iya. Masuk..”
“Bang, ini malam minggu lo bang. Abang tidak keluar? Ah ya lupa. Abang kan jomblo. Sesama jomblo tidak berniat mengajak keluar gitu kah bang?” 

Aku menggodanya. Berharap dia mau mengajakku keluar. Bukan apa-apa, tetapi hanya dialah satu-satunya harapanku di malam minggu yang kelam ini (Ah, dramatisnya keluar lagi).

“Tidak usah merayu, langsung saja bilang apa maksud dan tujuanmu kesini. Tidak usah bawa-bawa status. Heran deh. Jomblo teriak jomblo. Huuu.” Rambutku diacak-acak sekenanya. Aku menghindar.

“Abang tidak peka. Bagaimana cewek-cewek mau sama abang. Sama adik sendiri saja tidak sayang dan amat sangat tidak peka. Ayolah bang ajakin adikmu ini keluar. Nonton film di bioskop gitu, atau makan di resto yang baru buka di seberang jalan itu lo bang. Kata temenku enak bang. Ayo lah. Ya ya?” 

Aku merajuk, merengek. Mengeluarkan semua skill merayu. Berharap kali ini aku berhasil.

“sudah-sudah. Rayuanmu itu payah. Mana ada cowok yang mau sama kamu kalau skill merayumu jelek macam itu. Sana ganti baju. Dandan cantik, jangan sampai kau buat Abangmu yang ganteng ini malu punya adik jomblo, jelek lagi.” 

Sekali lagi dia tertawa. Mungkin memang itu hobinya. Menyiksa adik dan tertawa diatas olok-olokannya. Biarkan. Akan aku balas nanti.

Akhirnya abang mengajakku keluar nonton dan makan. Ah, akhirnya malam mingguku berakhir dengan baik. I mean lebih baik daripada stay dirumah aja. 
**
Hari ini lagi-lagi aku dirumah sendirian. Ayah dan Ibu pergi bekerja. Si abang pergi ke kampus, bimbingan dengan dosen katanya. Lagi dan lagi aku hanya dirumah sendirian. Iseng-iseng aku buka laptop dan kubuka weblog-ku yang sudah lama tidak aku urus. Ternyata disana terdapat banyak komentar baru. Aku senang bukan main. Tetapi ada yang aneh. Shitt. Siapa lagi kalau bukan orang iseng nan payah. Abangku spam komentar banyak banget di postinganku. Bukan apa-apa. Aku hanya jengkel. Kenapa dia memata-matai weblog-ku juga. Aku tidak jadi bersenang hati. Tidak sama sekali.

Aku buka blog-nya si Abang. Ternyata isinya lumayan juga. Lumayan berbobot untuk orang yang suka cengengesan seperti dia. Isi dari blog dia adalah ulasan tentang mesin-mesin motor. tapi wait. Ada satu postingan yang isinya beda.

Terpampang beberapa foto dimana aku dan abangku sedang berpose saat kami berlibur di pantai Pandawa, Bali. Bukan fotonya yang aneh. Tetapi kata-kata yang menggambarkan fotonya. So sweet. Beda. Ini pasti bukan Abangku yang nulis. Mana mungkin dia nulis kata-kata se-wow itu.

She is my the only one. She is the most beautiful girl here, my home.
No matter how annoying she is. She is my preety girl.
Jangan nakal, jangan bikin abangmu ini pusing tujuh keliling.
Maafkan abangmu karena suka jahil. Saudara adalah saudara. Right?
I Love you, my young sister.
Ah pencitraan. Kesambet setan apa sampai dia bisa menuliskan hal se-sweet itu. Jangan-jangan dibajak. Haha. Tapi kalau dipikir-pikir beneran dia yang nulis deh. Ah ternyata Abangku satu-satunya itu memang ganteng. Macam domba berbulu serigala. Luarnya cengengesan macam segitiga tak beraturan. Padahal sweet banget dalemnya.

“Abangku Ganteeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeng…” Teriakku sambil memeluk guling

Aku tidak menyangka Abangku beneran ganteng. Aku tersenyum sekali lagi.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerennya Ayahku

Aku seorang gadis berasal dari desa, bukan pelosok, hanya sedikit jauh dari kota. Aku tidak mau dikatakan berasal dari pelosok karena nyatanya aku bisa mengakses internet dengan lancar. Menurutku indikator pelosok adalah tidak ada signal dan jaringan internet. Tetapi bukan masalah ini yang akan aku ceritakan.  Saat ini aku sedang berada di lantai dua rumah kos di tanah rantau. Ceritanya aku sedang merantau di kota orang untuk mencari ilmu. Meski tidak begitu jauh tetapi jarak kota kelahiran dengan kota rantau membuatku harus pulang hanya satu bulan sekali. Aku adalah putri satu-satunya dari pasangan manusia yang hebat, mereka kusebut Ayah dan Ibu.  Malam ini indah, bulan sempurna bulat dan bintang bertaburan di angkasa. Saat aku memandang bulan, aku teringat Ayahku. Ayahku seperti bulan. Dia menjadi sumber cahaya di dalam keluargaku. Ah.. aku suka sekali berbicara tentang hal ini. sangat amat suka. Kalian tahu bukan hidup di tanah rantau tidaklah mudah, tidak mudah ...

Betapa menggemaskannya anak-anakku

           Hai gais, bagaimana kabarnya? Semoga kalian saat membaca ini dalam keadaan sehat jasmani dan rohani ya. wkwk. Lama tidak berjumpa, Alhamdulillah hari ini bisa menuliskan kembali apa yang ada dipikiranku. Setelah sekian lama lupa bagaimana mengungkapkan rasa lewat tulisan, akhirnya hari ini mencoba menulis kembali.              Nah hari ini aku ingin menceritakan bagaimana serunya menjadi teman bermain anak-anak gemes nan lucu. Setiap pagi aku sudah harus berada dimana mereka menantiku. Senang rasanya disambut dengan wajah yang lugu dan lucu, menghampiriku, meminta berjabat dan mencium tanganku. Akupun selalu membalas setiap sapaan mereka dengan senyum merekah, merekapun kembali berlari bermain bersama. Menyenangkan sekali melihatnya.                Anak-anakku berasal dari banyak latar belakang, dari berbagai macam bentuk keluarga, dan berbagai macam pola asuh ya...

Jangan Menjadi Bodoh (Lagi)

 Saat ini aku sedang duduk di balkon lantai dua rumahku. Ditemani segelas kopi panas favoritku, tak ketinggalan novel keluaran terbaru karya penulis hebat negeri ini. Sesekali aku membaca novel tersebut, sesekali aku merenung memandang langit yang sendu malam ini. Tiba-tiba saja aku merasa kacau dan sedih. Seharusnya aku tidak sendirian malam ini. Aku telah berstatus istri sejak setahun yang lalu. Ya.. aku telah dipinang oleh seorang pria berperawakan tinggi, gagah dan wajah idaman semua wanita. Tapi bukan itu yang membuatku yakin untuk menjadi miliknya. Ayah dan ibukulah alasannya. Mereka berdua. Aku bahagia memiliki lelaki seperti dia, awalnya. Bukan aku tak bersyukur, tetapi jika kalian tahu apa yang aku rasakan sekarang tentu kalian akan paham. Hambar. Hampa. Harusnya aku masih bahagia saat ini bersamanya menghabiskan waktu berdua. Bercengkrama. Menjalin keluarga kecil bahagia. Tetapi nyatanya aku duduk sendirian  malam ini, lagi. Suamiku sedang berada dikantor, dia m...