Langsung ke konten utama

My Superman, My Hero, and My Everything


Hai sahabat pena. Kali ini aku akan bercerita tentang my superman, my hero, and my everthing. Bukan orang lain, bukan pacar, bukan teman dekat but my lovely dad, ayahku. Sebenarnya aku lebih suka memanggilnya ayah. Seorang laki-laki yang rela membanting tulangnya untuk keluarga tercinta. Seorang laki-laki yang selalu melindungi keluarganya dari bahaya. Seorang laki-laki yang rela berdarah-darah, terseok-seok, terhantam bahaya di sana sini hanya untuk anaknya yang tidak tahu diri ini. Yaps. Dia ayahku. Entah bagaimana aku akan memulai menceritakan sosok beliau, aku pikir tidak akan pernah bisa menceritakan semua pengorbanan yang ia berikan.
Aku adalah satu-satunya putri diantara putra-putra dari ayahku. Bukan berarti aku manja dan diperlakukan berbeda. Ayahku selalu berkata bahwa aku dan kakak adik laki-lakiku sama. Sama-sama anaknya. kata beliau bergurau ketika berkumpul bersama di ruang tengah saat mati lampu disuatu hari yang gerimis. Aku masih ingat betul suasana itu. Sangat menentramkan. Salah satu moment yang aku rindukan hingga saat ini.
Ayahku hebat, meskipun dia tak banyak bicara, meskipun ia lebih memilih mendengarkan daripada mengomentari perbuatan anak-anaknya termasuk aku yang sering bikin jengkel ini. salah satu cirri khas beliau ketika sedang marah karena melihat kenalan anaknya adalah diam dan langsung bertindak. Ayahku jarang marah. Karena lebih sering ibuku. Dulu ketika aku masih kecil aku akan takut sekali jika ibuku marah karena suasana rumah akan berubah mencekam. Tetapi sekarang, aku sudah bisa mengatasinya ketika sang ratu dirumah marah. Lucu bukan? That’s real, my mom the best-lah.
Ayahku bukan tipe orang yang suka berkata-kata. Bisa dibilang bukan tipe laki-laki yang romantis. Itu terbukti dengan cerita-cerita ibuku yang sepertinya tidak pernah diberikan kata-kata romantis oleh ayah. Haha. Ayahku memang ebih suka bertindak langsung. Terkadang aku suka merasa bersalah ketika sedang dilanda malas dan nakal. Karena disitulah aku menyia-nyiakan perjuangan laki-laki itu.
Saat ini aku berada di tanah rantau, meskipun tidak jauh-jauh amat tetapi aku hanya pulang satu bulan sekali. So you know what I feel, yaps kangen. Kadang suka kangen banget sama isi rumah, kalau ketemu emang nyebelin tapi kalau jauh kangen juga, itulah saudara. Aku tidak pernah abstain pergi ke sawah ketika aku pulang ke rumah karena kupiki aku lahir dan besar dari sana.
Ibuku sering bercerita saat aku kecil bahwa aku sering diajak ayahku ke sawah untuk bermain layangan. Maksudnya ayahku yang bermain layangan dan aku ditinggal diantara tanaman-tanaman di sawah. Entah bagaimana keadaannya, aku sangat geli membayangkannya. Bukan, bukan itu alasan mengapa aku sangat suka sawah. Ayahku adalah petani. Dia sering pergi ke sawah untuk merawat tanamannya. Ah lebih tepatnya selalu. Dia selalu pergi ke sawah setiap hari. Begitu juga dengan Ibu.
Ayahku bekerja keras di sana, ayahku membanting tulang di sana, ayahku tak gentar menghadapi matahari pagi siang dan sore di sana, dia tak takut hujan di sana. Ini bukan majas hiperbola tetapi memang begitu kenyataannya. Sebelum sarapan dia sudah berada di sawah membawa senjata andalannya, apalagi kalau bukan alat-alat tajam seperti cangkul dan sabit. Ayahku keren bukan?
Aku kira semua anak di dunia ini juga merasa begitu. Apalagi anak perempuan satu-satunya, semakin bertambah dewasa semakin mengidolakan sosok ayah, iya kan girls?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerennya Ayahku

Aku seorang gadis berasal dari desa, bukan pelosok, hanya sedikit jauh dari kota. Aku tidak mau dikatakan berasal dari pelosok karena nyatanya aku bisa mengakses internet dengan lancar. Menurutku indikator pelosok adalah tidak ada signal dan jaringan internet. Tetapi bukan masalah ini yang akan aku ceritakan.  Saat ini aku sedang berada di lantai dua rumah kos di tanah rantau. Ceritanya aku sedang merantau di kota orang untuk mencari ilmu. Meski tidak begitu jauh tetapi jarak kota kelahiran dengan kota rantau membuatku harus pulang hanya satu bulan sekali. Aku adalah putri satu-satunya dari pasangan manusia yang hebat, mereka kusebut Ayah dan Ibu.  Malam ini indah, bulan sempurna bulat dan bintang bertaburan di angkasa. Saat aku memandang bulan, aku teringat Ayahku. Ayahku seperti bulan. Dia menjadi sumber cahaya di dalam keluargaku. Ah.. aku suka sekali berbicara tentang hal ini. sangat amat suka. Kalian tahu bukan hidup di tanah rantau tidaklah mudah, tidak mudah ...

Betapa menggemaskannya anak-anakku

           Hai gais, bagaimana kabarnya? Semoga kalian saat membaca ini dalam keadaan sehat jasmani dan rohani ya. wkwk. Lama tidak berjumpa, Alhamdulillah hari ini bisa menuliskan kembali apa yang ada dipikiranku. Setelah sekian lama lupa bagaimana mengungkapkan rasa lewat tulisan, akhirnya hari ini mencoba menulis kembali.              Nah hari ini aku ingin menceritakan bagaimana serunya menjadi teman bermain anak-anak gemes nan lucu. Setiap pagi aku sudah harus berada dimana mereka menantiku. Senang rasanya disambut dengan wajah yang lugu dan lucu, menghampiriku, meminta berjabat dan mencium tanganku. Akupun selalu membalas setiap sapaan mereka dengan senyum merekah, merekapun kembali berlari bermain bersama. Menyenangkan sekali melihatnya.                Anak-anakku berasal dari banyak latar belakang, dari berbagai macam bentuk keluarga, dan berbagai macam pola asuh ya...

Jangan Menjadi Bodoh (Lagi)

 Saat ini aku sedang duduk di balkon lantai dua rumahku. Ditemani segelas kopi panas favoritku, tak ketinggalan novel keluaran terbaru karya penulis hebat negeri ini. Sesekali aku membaca novel tersebut, sesekali aku merenung memandang langit yang sendu malam ini. Tiba-tiba saja aku merasa kacau dan sedih. Seharusnya aku tidak sendirian malam ini. Aku telah berstatus istri sejak setahun yang lalu. Ya.. aku telah dipinang oleh seorang pria berperawakan tinggi, gagah dan wajah idaman semua wanita. Tapi bukan itu yang membuatku yakin untuk menjadi miliknya. Ayah dan ibukulah alasannya. Mereka berdua. Aku bahagia memiliki lelaki seperti dia, awalnya. Bukan aku tak bersyukur, tetapi jika kalian tahu apa yang aku rasakan sekarang tentu kalian akan paham. Hambar. Hampa. Harusnya aku masih bahagia saat ini bersamanya menghabiskan waktu berdua. Bercengkrama. Menjalin keluarga kecil bahagia. Tetapi nyatanya aku duduk sendirian  malam ini, lagi. Suamiku sedang berada dikantor, dia m...