Aku seorang gadis berasal dari desa, bukan pelosok, hanya sedikit jauh dari kota. Aku tidak mau dikatakan berasal dari pelosok karena nyatanya aku bisa mengakses internet dengan lancar. Menurutku indikator pelosok adalah tidak ada signal dan jaringan internet. Tetapi bukan masalah ini yang akan aku ceritakan.
Saat ini aku sedang berada di lantai dua rumah kos di tanah rantau. Ceritanya aku sedang merantau di kota orang untuk mencari ilmu. Meski tidak begitu jauh tetapi jarak kota kelahiran dengan kota rantau membuatku harus pulang hanya satu bulan sekali. Aku adalah putri satu-satunya dari pasangan manusia yang hebat, mereka kusebut Ayah dan Ibu.
Malam ini indah, bulan sempurna bulat dan bintang bertaburan di angkasa. Saat aku memandang bulan, aku teringat Ayahku. Ayahku seperti bulan. Dia menjadi sumber cahaya di dalam keluargaku. Ah.. aku suka sekali berbicara tentang hal ini. sangat amat suka. Kalian tahu bukan hidup di tanah rantau tidaklah mudah, tidak mudah dari berbagai segi, segi psikologi, segi ekonomi, dan segi-segi yang lain. tapi bukan segi empat atau segi lima ya.
Di sini aku butuh makan, minum, pakaian, buku, dan segala keperluan hidup lainnya yang pastinya tidak murah. Siapa lagi kalau bukan Ayahku yang mencukupi semua itu. Di pundaknya-lah kugantungkan cita-cita dan segala impianku. Di pundaknya-lah kami hidup. Mengapa aku menyebutnya kami? karena bukan hanya aku, tetapi juga kakak adik dan ibuku. Ah air mata hampir menetes ketika membahas soal ini. Selalu..
Ketika pulang ke rumah, aku sesekali ikut ke tempat dimana ia bekerja. Bukan apa-apa, aku hanya merasa begitu nyaman dan merasakan kesejukan di hati dan pikiranku. Entah mengapa, tetapi aku merasa di sanalah aku lahir, dari sanalah aku dibesarkan, dan dari sanalah aku hidup. Bukan kantor, bukan gedung bertingkat, bukan lautan, bukan juga pabrik besar di perkotaan, hanya sepetak sawah nan hijau. Aku suka sekali dengan tempat itu.
Pernah beberapa kali aku membantunya bekerja, tidak lama, hanya beberapa jam saja. Ketika itu pagi -pagi sekali aku berangkat, dan di sanalah aku dapat merasakan sedikit perjuangan Ayahku. Ternyata lelah, bahkan amat sangat melelahkan. Padahal ia selalu mengerjakan itu setiap hari. Betapa tangguh dan gagahnya Ayahku. Mungkin semua anak akan bilang begitu tentang Ayahnya. Terserah kalian mau bilang hiperbolis, berlebihan, alay atau apapun. Tapi itulah kenyataannya. Ayahku memang keren.
Saat ini aku masih duduk dengan segelas kopi panas dan laptop di lantai dua kos di kota perantauan. Aku sedang membayangkan wajah Ayah dan Ibuku. Apakah ini yang dinamakan rindu. Tiba-tiba saja anakmu ini ingin pulang yah, bu. Semakin hari aku semakin sadar betapa kerennya perjuangan Ayah, Betapa cantiknya seorang Ibu. Lebih tepatnya betapa mulianya Ayah dan Ibuku. Ah..hari semakin malam dan rinduku semakin menggebu.
Untuk Ayah dan Ibuku, maafkan anak nakal ini, maaf belum bisa membahagiakanmu, mungkin belum, mungkin nanti, Ah salah, bukan mungkin nanti tapi PASTI NANTI. I promise you.
Abang-abangku sayang, adikku tercinta. Ayo kita buat Ayah dan Ibu bangga.
Kota Lumpia, 6 Januari 2017
Putri Kecilmu
Inspiring ka
BalasHapusmakasih :)
Hapus